MUSIK aDALAH waktu
yang berjalan dan di tuangkan dalam sebuah nada
itu menurut saya
pribadi
musik itu ibarat
roda kehidupan yang berjalan,,besar tingginya nada tergantung pada suasana hati
seseorang
Pandangan Filsafat
Dari perspektif
filsafat, musik diartikan sebagai bahasa nurani yang menghubungkan pemahaman
dan pengertian antar manusia pada sudut-sudut ruang dan waktu, di mana pun kita
berada. Oleh karena itu Nietzsche, seorang filsuf Jerman, meyakini bahwa musik
tidak diragukan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi kehidupan
manusia.
Sehubungan dengan
itu ia mengatakan: "Without music, life would be an error."
Dalam kenyataannya musik memang memiliki fungsi atau peran yang sangat penting
sehingga tidak satupun manusia yang bisa lepas dari keberadaan musik.
musik rasa
Disaat hati senang, kita selalu mencari representasi perasaan
kita di dalam musik, begitu juga dikala sedih, kita menyanyikan lagu dengan
harapan memahami emosi yang tengah kita lalui. Begitu juga kita disaat
mendengarkan musik tertentu, yang dengan mudahnya dapat membuat kita terbawa
emosi, baik perasaan bahagia, patriotis, marah, sedih, malu, hingga bangga.
Pesan yang tersirat di dalam partitur, atau bait lagu dapat dengan mudahnya
kita pahami. Inilah kekuatan dari musik. Bahwa musik adalah ekspresi jujur
emosi seseorang.
Dalam film Immortal
Beloved, dikisahkanlah kehidupan Ludwig Van Beethoven dan bagaimana emosi yang
ia rasakan menjelma di dalam musiknya. Beethoven adalah salah satu musisi
transisional, dari zaman musik klasik, menuju era Romantik. Ciri khas dari
musik Beethoven adalah komposisi yang abstrak, tanpa terlalu mematuhi pola
komposisi di masa klasik. Penekanan utamanya adalah simfoni yang berkisah
tentang emosi mendalam yang dihadapi oleh seseorang. Karya-karya Beethoven yang
seringkali mengeksplorasi paduan kord-kord yang tidak biasa, menunjukan
bagaimana musik tidak harus menurut pada suatu peraturan. Musik adalah simbol
kebebasan, tujuan terpentingnya adalah penyampaian emosi tersebut.
Dalam On Aesthetic,
Schopenhauer menulis, “Music is the true universal language which is understood
everywhere, so that it is ceaselessly spoken in all countries and throughout
all the centuries with great zeal and earnestness”
Musik adalah bahasa
universal. Beethoven meyakini bahwa musiknya bertutur dengan bahasa yang dapat
dipahami oleh siapapun. Salah satu contoh ilustrasi yang ditunjukan di dalam
film bagaimana musik menjadi ekspresi emosi Beethoven. Dalam dialognya dengan
sahabatnya Schindler ia berkata “Music is a dreadful thing, what is it? I do
not understand it. What is it do? It is the power of music, it is like
hypnotism” Lalu sebagai demonstrasi musik sebagai bahasa untuk bercerita, ia
menjelaskan tentang Kreutzer Sonata. Bagaimana ia berusaha menyampaikan emosi
kekesalannya karena tertunda menemui kekasihnya, “This is the sound of his
agitation”
Meskipun keakuratan
historis film The Immortal Beloved masih diperdebatkan, hal ini tidak
menghalangi penikmat film untuk menginterpretasikan kisah-kisah dibalik simfoni
dan sonata dari Beethoven. Berkaitan dengan kekesalan Beethoven yang gagal
menemui kekasihnya, ia menuliskan di dalam suratnya untuk The Immortal Beloved.
“6 July-My journey
was a fearful one: I did not reach here until 4 o’clock yesterday morning.
Lacking horses the postcoach chose another route, but what an awful one; at the
stage before the last I was warned not to travel at night; I was made fearful
of the forest, but that only made me the more eager – and I was wrong. The
coach must needs break down on the wretched road, a bottomless mud road.
Without such postilions as I had with me I should have remained stuck in the
road.”
Dalam filsafat
seni, musik mendapat perhatian istimewa, khususnya pada tiga filosof seperti
Arthur Schopenhauer, Friedrich Nietzsche dan Gabriel Marcell. Schopenhauer
misalnya, dalam hirarki seni, ia menempatkan musik di kedudukan tertinggi,
baginya music merupakan seni yang murni, “Yet music speaks not of things but of
pure weal and woe, which are the only realities for the will: that is why it
speaks so much to the heart.” Bagi Schopenhauer music bukanlah pesan yang harus
dipahami secara rasional, ia menekankan bahwa musik merupakan pengalaman yang
dirasakan secara intuitif, diresapi tanpa perlu kita cari penjelasan logisnya.
Musik sebagai
Remedium
Musik seringkali
mengekspresikan semangat zaman. Beethoven menggubah Ode To Joy untuk
menggambarkan semangat persaudaraan dan pembaharuan dalam peradaban. Tetapi
musik lebih kerap digunakan untuk mengekspresikan kesedihan dan kesengsaraan
manusia. Beberapa karya Beethoven ditulis ketika sedang bergolak agresi
Napoleon Bonaparte, ia merasakan betapa menyakitkannya peperangan, dan
bagaimana kejinya perang tersebut. Perasaan muak, marah, serta duka ini
terpancar dalam karya-karya Beethoven. Musik dalam konteks ini berperan sebagai
pelipur, mengkonsolasikan kepedihan, dan menjadi terapi untuk menerima
kesengsaraan yang tengah mendera. Tidak hanya pada abad ke-19, komposer dan
maestro menunjukan protesnya terhadap kekerasan dan kekejian melalui musik.
Dalam setiap pergolakan politik dan budaya sepanjang sejarah, musik selalu
menjadi bagian penting dalam proses perubahan. Misalnya lagu Imagine dari John
Lennon, menjadi simbol penting penolakan terhadap perang serta kekerasan yang
disebabkan oleh Negara. Musik Blues, menjadi musik perjuangan African-American
untuk mengeliminir diskriminasi ras.
Dalam karyanya
Music and Philosophy, Gabriel Marcell mengutip naskah La Dard, “Music is the
very incarnation of that which, in each one of us, protest against this
frightful mutilation” Pengertian ‘frightful mutilation’ yang dibahas oleh
Marcell berkaitan dengan bagaimana kehidupan manusia penuh dengan kekejaman,
dan bagaimana antar manusia dapat terjadi perselisihan yang berujung pada
pembunuhan, bahkan genosida. Marcell merefleksikan, bahwa musik merupakan
satu-satunya petanda kepekaan nurani manusia. Selama musik masih menjadi bahasa
dan penawar yang dapat menjangkau kepekaan hati, maka sesungguhnya kemanusiaan
masih dapat bertahan; “I will take as an example the Arietta theme of Beethoven’s
sonata opus 111. I will not hesitate to say that this theme is mercy itself,
beyond all the expression of compassion that could be uttered by the human
voice. What one would need to show, beginning with music, is the kind of
metamorphosis by which this compassion, reaching its own summit, is transformed
into jubilation, a jubilation that nonetheless derives from a persistent
suffering that is, as it were, its root in the physical world. Here the durch
Leiden Freude, as in so many other places in Beethoven, becomes incarnate to
the point of visibility.”
Begitu juga di
dalam film Fiddler in the Roof keluarga Tevye yang menghadapi berbagai
permasalahan, kemiskinan, perpisahan, hingga diskriminasi terhadap kaum yahudi,
tidak menyurutkan keceriaan mereka melalui sang ‘Fiddler’. Musik yang diwakili
sang pemain biola menunjukan bagaimana tegarnya keluarga tersebut menghadapi
permasalahan yang mendera keluarga hingga ras mereka. Meskipun di akhir cerita
mereka harus meninggalkan kampung halamannya Anatevka, Tevye masih optimis. The
Fiddler adalah simbol optimisme itu, meskipun luluh lantak mereka menjalani
hidup, selama musik dan tradisi di hati mereka, maka mereka sanggup melampaui
segala cobaan, “Everyone of us is a fiddler on the roof, trying to scratch out
a pleasant simple tune without breaking his neck