MUSIK aDALAH waktu yang berjalan dan di tuangkan dalam sebuah nada

MUSIK aDALAH waktu yang berjalan dan di tuangkan dalam sebuah nada

Diposkan oleh vautsan on Selasa, 16 Juli 2013

MUSIK aDALAH waktu yang berjalan dan di tuangkan dalam sebuah nada
itu menurut saya pribadi


musik itu ibarat roda kehidupan yang berjalan,,besar tingginya nada tergantung pada suasana hati seseorang


Pandangan Filsafat
Dari perspektif filsafat, musik diartikan sebagai bahasa nurani yang menghubungkan pemahaman dan pengertian antar manusia pada sudut-sudut ruang dan waktu, di mana pun kita berada. Oleh karena itu Nietzsche, seorang filsuf Jerman, meyakini bahwa musik tidak diragukan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi kehidupan manusia.

Sehubungan dengan itu ia mengatakan: "Without music, life would be an error." Dalam kenyataannya musik memang memiliki fungsi atau peran yang sangat penting sehingga tidak satupun manusia yang bisa lepas dari keberadaan musik.

musik rasa
Disaat hati senang, kita selalu mencari representasi perasaan kita di dalam musik, begitu juga dikala sedih, kita menyanyikan lagu dengan harapan memahami emosi yang tengah kita lalui. Begitu juga kita disaat mendengarkan musik tertentu, yang dengan mudahnya dapat membuat kita terbawa emosi, baik perasaan bahagia, patriotis, marah, sedih, malu, hingga bangga. Pesan yang tersirat di dalam partitur, atau bait lagu dapat dengan mudahnya kita pahami. Inilah kekuatan dari musik. Bahwa musik adalah ekspresi jujur emosi seseorang.
Dalam film Immortal Beloved, dikisahkanlah kehidupan Ludwig Van Beethoven dan bagaimana emosi yang ia rasakan menjelma di dalam musiknya. Beethoven adalah salah satu musisi transisional, dari zaman musik klasik, menuju era Romantik. Ciri khas dari musik Beethoven adalah komposisi yang abstrak, tanpa terlalu mematuhi pola komposisi di masa klasik. Penekanan utamanya adalah simfoni yang berkisah tentang emosi mendalam yang dihadapi oleh seseorang. Karya-karya Beethoven yang seringkali mengeksplorasi paduan kord-kord yang tidak biasa, menunjukan bagaimana musik tidak harus menurut pada suatu peraturan. Musik adalah simbol kebebasan, tujuan terpentingnya adalah penyampaian emosi tersebut.
Dalam On Aesthetic, Schopenhauer menulis, “Music is the true universal language which is understood everywhere, so that it is ceaselessly spoken in all countries and throughout all the centuries with great zeal and earnestness”
Musik adalah bahasa universal. Beethoven meyakini bahwa musiknya bertutur dengan bahasa yang dapat dipahami oleh siapapun. Salah satu contoh ilustrasi yang ditunjukan di dalam film bagaimana musik menjadi ekspresi emosi Beethoven. Dalam dialognya dengan sahabatnya Schindler ia berkata “Music is a dreadful thing, what is it? I do not understand it. What is it do? It is the power of music, it is like hypnotism” Lalu sebagai demonstrasi musik sebagai bahasa untuk bercerita, ia menjelaskan tentang Kreutzer Sonata. Bagaimana ia berusaha menyampaikan emosi kekesalannya karena tertunda menemui kekasihnya, “This is the sound of his agitation”
Meskipun keakuratan historis film The Immortal Beloved masih diperdebatkan, hal ini tidak menghalangi penikmat film untuk menginterpretasikan kisah-kisah dibalik simfoni dan sonata dari Beethoven. Berkaitan dengan kekesalan Beethoven yang gagal menemui kekasihnya, ia menuliskan di dalam suratnya untuk The Immortal Beloved.
“6 July-My journey was a fearful one: I did not reach here until 4 o’clock yesterday morning. Lacking horses the postcoach chose another route, but what an awful one; at the stage before the last I was warned not to travel at night; I was made fearful of the forest, but that only made me the more eager – and I was wrong. The coach must needs break down on the wretched road, a bottomless mud road. Without such postilions as I had with me I should have remained stuck in the road.”
Dalam filsafat seni, musik mendapat perhatian istimewa, khususnya pada tiga filosof seperti Arthur Schopenhauer, Friedrich Nietzsche dan Gabriel Marcell. Schopenhauer misalnya, dalam hirarki seni, ia menempatkan musik di kedudukan tertinggi, baginya music merupakan seni yang murni, “Yet music speaks not of things but of pure weal and woe, which are the only realities for the will: that is why it speaks so much to the heart.” Bagi Schopenhauer music bukanlah pesan yang harus dipahami secara rasional, ia menekankan bahwa musik merupakan pengalaman yang dirasakan secara intuitif, diresapi tanpa perlu kita cari penjelasan logisnya.
Musik sebagai Remedium
Musik seringkali mengekspresikan semangat zaman. Beethoven menggubah Ode To Joy untuk menggambarkan semangat persaudaraan dan pembaharuan dalam peradaban. Tetapi musik lebih kerap digunakan untuk mengekspresikan kesedihan dan kesengsaraan manusia. Beberapa karya Beethoven ditulis ketika sedang bergolak agresi Napoleon Bonaparte, ia merasakan betapa menyakitkannya peperangan, dan bagaimana kejinya perang tersebut. Perasaan muak, marah, serta duka ini terpancar dalam karya-karya Beethoven. Musik dalam konteks ini berperan sebagai pelipur, mengkonsolasikan kepedihan, dan menjadi terapi untuk menerima kesengsaraan yang tengah mendera. Tidak hanya pada abad ke-19, komposer dan maestro menunjukan protesnya terhadap kekerasan dan kekejian melalui musik. Dalam setiap pergolakan politik dan budaya sepanjang sejarah, musik selalu menjadi bagian penting dalam proses perubahan. Misalnya lagu Imagine dari John Lennon, menjadi simbol penting penolakan terhadap perang serta kekerasan yang disebabkan oleh Negara. Musik Blues, menjadi musik perjuangan African-American untuk mengeliminir diskriminasi ras.
Dalam karyanya Music and Philosophy, Gabriel Marcell mengutip naskah La Dard, “Music is the very incarnation of that which, in each one of us, protest against this frightful mutilation” Pengertian ‘frightful mutilation’ yang dibahas oleh Marcell berkaitan dengan bagaimana kehidupan manusia penuh dengan kekejaman, dan bagaimana antar manusia dapat terjadi perselisihan yang berujung pada pembunuhan, bahkan genosida. Marcell merefleksikan, bahwa musik merupakan satu-satunya petanda kepekaan nurani manusia. Selama musik masih menjadi bahasa dan penawar yang dapat menjangkau kepekaan hati, maka sesungguhnya kemanusiaan masih dapat bertahan; “I will take as an example the Arietta theme of Beethoven’s sonata opus 111. I will not hesitate to say that this theme is mercy itself, beyond all the expression of compassion that could be uttered by the human voice. What one would need to show, beginning with music, is the kind of metamorphosis by which this compassion, reaching its own summit, is transformed into jubilation, a jubilation that nonetheless derives from a persistent suffering that is, as it were, its root in the physical world. Here the durch Leiden Freude, as in so many other places in Beethoven, becomes incarnate to the point of visibility.”
Begitu juga di dalam film Fiddler in the Roof keluarga Tevye yang menghadapi berbagai permasalahan, kemiskinan, perpisahan, hingga diskriminasi terhadap kaum yahudi, tidak menyurutkan keceriaan mereka melalui sang ‘Fiddler’. Musik yang diwakili sang pemain biola menunjukan bagaimana tegarnya keluarga tersebut menghadapi permasalahan yang mendera keluarga hingga ras mereka. Meskipun di akhir cerita mereka harus meninggalkan kampung halamannya Anatevka, Tevye masih optimis. The Fiddler adalah simbol optimisme itu, meskipun luluh lantak mereka menjalani hidup, selama musik dan tradisi di hati mereka, maka mereka sanggup melampaui segala cobaan, “Everyone of us is a fiddler on the roof, trying to scratch out a pleasant simple tune without breaking his neck
Comments
0 Comments

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar

komentar akan ditanggapi dengan ramah klem aza iaa :>

insya alloh saya coment balik brow :)

link download heking

Popular Posts

Pengikut

category